Sunday, 16 August 2015

Penyebab dan Dampak Kekeringan, serta Cara Penanggulangannya



I.       Latar Belakang
Letak geografis diantara dua benua, dan dua samudra serta terletak di sekitar garis khatulistiwa merupakan faktor klimatologis penyebab banjir dan kekeringan di Indonesia. Posisi geografis ini menyebabkan Indonesia berada pada belahan bumi dengan iklim monsoon tropis yang sangat sensitif terhadap anomali iklim El-Nino Southern Oscillation (ENSO). ENSO menyebabkan terjadinya kekeringan apabila kondisi suhu permukaan laut di Pasifik Equator bagian tengah hingga timur menghangat (El Nino). Berdasarkan analisis iklim 30 tahun terakhir menunjukkan bahwa, ada kecenderungan terbentuknya pola iklim baru yang menyebabkan terjadinya perubahan iklim. Dampak terjadinya perubahan iklim terhadap sektor pertanian adalah bergesernya awal musim kemarau yang menyebabkan berubahnya pola tanam karena adanya kekeringan.
Kekeringan adalah keadaan kekurangan pasokan air pada suatu daerah dalam masa yang berkepanjangan (beberapa bulan hingga bertahun-tahun). Biasanya kejadian ini muncul bila suatu wilayah secara terus-menerus mengalami curah hujan di bawah rata-rata. Musim kemarau yang panjang akan menyebabkan kekeringan karena cadangan air tanah akan habis akibat penguapan (evaporasi), transpirasi, ataupun penggunaan lain oleh manusia.
Kekeringan dapat menjadi bencana alam apabila mulai menyebabkan suatu wilayah kehilangan sumber pendapatan akibat gangguan pada pertanian dan ekosistem yang ditimbulkannya. Dampak ekonomi dan ekologi kekeringan merupakan suatu proses sehingga batasan kekeringan dalam setiap bidang dapat berbeda-beda. Namun, suatu kekeringan yang singkat tetapi intensif dapat pula menyebabkan kerusakan yang signifikan.
Kekeringan menyangkut neraca air antara inflow dan outflow atau antara presipitasi dan evapotranspirasi. Kekeringan tidak hanya dilihat sebagai fenomena fisik cuaca saja, tetapi hendaknya juga dilihat sebagai fenomena alam yang terkait erat dengan tingkat kebutuhan masyarakat terhadap air. Bertambahnya jumlah penduduk telah mengakibatkan terjadinya tekanan penggunaan lahan dan air serta menurunnya daya dukung lingkungan. Akibatnya kekeringan semakin sering terjadi dan semakin meluas. Kekeringan dapat menimbulkan dampak yang amat luas, kompleks, dan juga rentang waktu yang panjang setelah berakhirnya kekeringan. Dampak yang luas dan berlangsung lama tersebut disebabkan karena air merupakan kebutuhan pokok dan vital bagi seluruh makhluk hidup, yang tidak tergantikan oleh sumber daya lainnya.
            Datangnya bencana kekeringan belum dapat diperkirakan secara teliti, namun secara umum berdasarkan statistik terlihat adanya fenomena terjadinya kekeringan setiap empat atau lima tahun sekali. Bencana kekeringan dapat disebabkan oleh curah hujan yang jauh di bawah normal pada areal yang airnya telah dimanfaatkan secara maksimal atau pada musim kemarau panjang. Dari segi sosial, dampak yang ditimbulkan oleh bencana kekeringan berbeda dengan dampak bencana banjir, tanah longsor, tsunami, ataupun gempa bumi. Pada keempat jenis bencana tersebut, secara sosial dengan cepat dapat menghimpun bantuan dari berbagai pihak, baik jangka pendek ataupun jangka panjang. Berbeda halnya, bencana kekeringan malahan dapat menimbulkan perpecahan dan konflik, baik konflik antar pengguna air dan antar pemerintah.
Kekeringan perlu dikelola dengan pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut:
·         terus meningkatnya luas sawah yang terkena kekeringan sehingga berdampak pada penurunan produksi sampai gagal panen
·          terjadinya kekeringan pada tahun yang sama saat terjadi anomali iklim maupun kondisi iklim normal
·         periode ulang anomali iklim cenderung acak sehingga sulit untuk dilakukan adaptasi
·         kekeringan berulang pada tahun yang sama di lokasi yang sama
·         dampak anomali iklim bervariasi antara wilayah
·         kekeringan hanya dapat diturunkan besarannya dan tidak dapat dihilangkan. Dengan pertimbangan tersebut sehingga diperlukan pengelolaan terencana dengan semua pemangku kepentingan.
II.           Penyebab Kekeringan dan Dampaknya
Kekeringan merupakan salah satu jenis bencana alam yang terjadi secara perlahan (slow onset disaster), berlangsung lama sampai musim hujan tiba, berdampak sangat luas, dan bersifat lintas sektor (ekonomi, sosial, kesehatan, pendidikan, dan lain-lain). Kekeringan merupakan fenomena alam yang tidak dapat dielakkan dan merupakan variasi normal dari cuaca yang perlu dipahami. Variasi alam dapat terjadi dalam hitungan hari, minggu, bulan, tahun, bahkan abad. Dengan melakukan penelusuran data cuaca dalam waktu yang panjang, akan dapat dijumpai variasi cuaca yang beragam, misalnya: bulan basah-bulan kering, tahun basah-tahun kering, dan dekade basah-dekade kering.
Faktor penyebab kekeringan adalah :
·         adanya penyimpangan iklim.
Penyimpangan iklim, menyebabkan produksi uap air dan awan di sebagian Indonesia bervariasi dari kondisi sangat tinggi ke rendah atau sebaliknya. Ini semua menyebabkan penyimpangan iklim terhadap kondisi normalnya. Jumlah uap air dan awan yang rendah akan berpengaruh terhadap curah hujan, apabila curah hujan dan intensitas hujan rendah akan menyebabkan kekeringan.
·         adanya gangguan keseimbangan hidrologis.
Gangguan keseimbangan hidrologis, kekeringan juga dipengaruhi oleh adanya gangguan hidrologis seperti: 1) terjadinya degradasi Daerah Aliran Sungai (DAS) terutama bagian hulu mengalami alih fungsi lahan dari bervegetasi menjadi non vegetasi yang menyebabkan terganggunya sistem peresapan air tanah; 2) kerusakan hidrologis daerah tangkapan air bagian hulu menyebabkan waduk dan saluran irigasi terisi sedimen, sehingga kapasitas tampung air menurun tajam; 3) rendahnya cadangan air waduk yang disimpan pada musim penghujan akibat pendangkalan menyebabkan cadangan air musim kemarau sangat rendah sehingga memicu terjadinya kekeringan.

·         kekeringan agronomis.
Kekeringan agronomis, terjadi sebagai akibat kebiasaan petani memaksakan menanam padi pada musim kemarau dengan ketersediaan air yang tidak mencukupi.

Kekeringan diklasifikasikan berdasarkan penyebabnya, baik akibat alamiah dan akibat ulah manusia.

1.      Akibat Alamiah
·         Kekeringan Meteorologis; berkaitan dengan tingkat curah hujan di bawah normal dalam satu musim. Pengukuran kekeringan meteorologis merupakan indikasi pertama adanya kekeringan.
·         Kekeringan Hidrologis; berkaitan dengan kekurangan pasokan air permukaan dan air tanah. Kekeringan ini diukur berdasarkan elevasi muka air sungai, waduk, danau, dan elevasi muka air tanah. Terdapat tenggang waktu mulai berkurangnya hujan sampai menurunnya elevasi muka air sungai, waduk, danau, dan elevasi muka air tanah. Kekeringan hidrologis bukan merupakan indikasi awal adanya kekeringan.
·         Kekeringan Pertanian; berhubungan dengan kekurangan lengas tanah (kandungan air dalam tanah), sehingga tidak mampu memenuhi kebutuhan tanaman tertentu pada periode waktu tertentu pada wilayah yang luas. Kekeringan pertanian ini terjadi setelah gejala kekeringan meteorologi.
·         Kekeringan Sosial Ekonomi; berkaitan dengan kekeringan yang memberi dampak terhadap kehidupan sosial ekonomi, seperti: rusaknya tanaman, peternakan, perikanan, berkurangnya tenaga listrik dari tenaga air, terganggunya kelancaran transportasi air, dan menurunnya pasokan air baku untuk industri domestik dan perkotaan.
·         Kekeringan Hidrotopografi; berkaitan dengan perubahan tinggi muka air sungai antara musim hujan dan musim kering dan topografi lahan.
2.      Akibat Ulah Manusia
Kekeringan akibat manusia terjadi karena
·         kebutuhan air lebih besar daripada pasokan yang direncanakan akibat ketidak taatan penguna terhadap pola tanam atau pola penggunaan air.
·         Kerusakan kawasan tangkapan air dan sumber-sumber air akibat perbuatan manusia
Berdasarkan klasifikasi kekeringan tersebut, maka prioritas penanggulangan bencana kekeringan disesuaikan dengan kemampuan masing-masing daerah. Khusus untuk kekeringan yang disebabkan oleh ketidaktaatan para pengguna air dan pengelola prasarana air, diperlukan komitmen dari semua pihak untuk melaksanakan kesepakatan yang sudah ditetapkan. Kepada masyarakat perlu dilakukan sosialisasi yang lebih intensif, sehingga memahami dan melaksanakan pola pengguna air sesuai peraturan/ketetapan.
Dampak terjadinya kekeringan antara lain :
·         produksi tanaman turun/rendah/puso bahkan menyebabkan tanaman mati sehingga merugikan petani
·         Karena produksi rendah secara riil mengalami kerugian material maupun finansial yang besar dan bila terjadi secara luas, akan mengancam ketahanan pangan nasional
·         menyebabkan terganggunya hidrologis lingkungan yang berakibat terjadinya kekurangan air pada musim kemarau.

Kekeringan saat ini telah membawa dampak yang lebih parah dan ancaman bencana ekologis. Dampak kekeringan bisa kita periksa dari aspek ekologi, ekonomi dan sosial, medis, dan konflik dalam kehidupan masyarakat. Dampak tersebut akan saling berpengaruh dan berkaitan satu sama lainnya.
Secara ekologi, kekeringan telah berakibat pada kuantitas air di sumber-sumber air semakin berkurang seperti mata air, sungai, situ, embung-embung, waduk hingga berkurangnya ketersediaan air bawah tanah. Kekeringannya juga bisa mengancam terjadinya kebakaran hutan, seperti yang dialami oleh hutan-hutan di Gunung Papandayan dan Ciremai Kuningan. Kekeringan juga menunjukan fenomena ketidakseimbangan siklus hidrologi. Mengeringnya sumber-sumber air, membawa dampak pada lahan-lahan pertanian dan perikanan. Menurut HKTI, kekeringan di Jawa Barat akan mengancam sekitar 650.000 ha lahan pertanian sawah. Selain itu, ketersediaan air bersih untuk rumah tangga pun semakin berkurang.
Secara ekonomi, kekurangan air untuk memenuhi kebutuhan pertanian sawah dan ladang berpangaruh pada menurunnya produksi hasil tani terjadinya puso dan gagal panen sehingga berpengaruh pada berkurangnya pendapatan para petani dan buruh tani. Bagi lahan-lahan pertanian di Jawa Barat, dampak kekeringan ini sudah di alami masyarakat dan kaum tani perdesaan.
Kelangkaan air akibat kekeringan juga akan berdampak pada potensi konflik sosial di masyarakat. Masyarakat akan melakukan tindakan-tindakann sendiri karena air merupakan kebutuhan dasar manusia.. Di beberapa daerah di Cianjur, Sukabumi, Tasikmalaya, Cirebon, Bandung dan daerah lainnya, kita bisa menyaksikan bagaimana masyarakat yang haus air melakukan tindakan-tindakan untuk mendapatkan air. Kondisi ini, sungguh ironi dengan semakin merebaknya usaha jual beli air yang dilakukan perusahaan negara, swasta dan pribadi baik yang memanfaatkan air permukaan dan air bawah tanah. 
Ancaman kekeringan juga akan berpangaruh pada kesehatan (medis). Sengatan panas karena kenaikan suhu udara, dehidrasi karena kekuarangan asupan oksigen dari air dan udara bersih merupakan ancaman yang serius. Bahkan, kelaparan dan kekurangan gizi pada wilayah-wilayah tertentu bisa terjadi karena karakter alam tanah yang semula memang kering. 
III.             Cara Penanggulangannya Dampak Kekeringan dalam pertanian
Kemarau dan hujan adalah bagian dari unsur dalam persenyawaan hidup manusia dan mahluk hidup lainnya di muka bumi. Manusia tentu harus beradaptasi dalam menghadapi kekeringan dan melakukan upaya agar tidak berdampak pada bencana ekologi yang semakin parah. Berangkat dari penyebab kekeringan itu sendiri, maka ada beberapa usulan sebagai jawaban. Pasti jawaban mujarab, ada pada petani, pengambil kebijakan, para ahli dan praktisi. Usulan yang bisa diajukan diantaranya .
   Untuk mengatasi kekeringan dapat dilakukan dengan cara:
·         gerakan masyarakat melalui penyuluhan;
·         membangun/rehabilitasi/pemeliharaan jaringan irigasi;
·         membangun/ rehabilitasi/pemeliharaan konservasi lahan dan air;
·         memberikan bantuan sarana produksi (benih dan pupuk, pompa spesifik lokasi);
·         mengembangkan budidaya hemat air dan input (menggunakan metode SRI/PTT).
Selanjutnya untuk mengatasi penyebab klimatologis perlu melakukan;
Ø  penyebaran informasi prakiraan iklim lebih akurat;
Ø  membuat kalender tanam;
Ø  menerapkan dan memperhatikan peta rawan kekeringan yang dihasilkan Badan Litbang Pertanian melalui data interpretasi.
SRI (System of Rice Intensification).
Budidaya hemat air dan input pada tanaman padi salah satunya dengan metoda SRI (System of Rice Intensification). SRI adalah cara budidaya tanaman padi yang intensif dan efisien dengan proses management system perakaran dengan berbasis pada pengelolaan tanah, tanaman dan air. Tanaman padi sawah berdasarkan praktek SRI ternyata bukan tanaman air tetapi dalam pertumbuhan membutuhkan air, dengan tujuan menyediakan oxygen lebih banyak di dalam tanah, kemudian tidak tergenang akar akan tumbuh dengan subur dan besar, maka tanaman dapat menyerap nutrisi/makanan sebanyak-banyaknya.
Hasil metode SRI sangat memuaskan. Di Madagaskar, pada beberapa tanah tak subur yang produksi normalnya 2 ton/ha, petani yang menggunakan SRI memperoleh hasil panen lebih dari 8 ton/ha, beberapa petani memperoleh 10 – 15 ton/ha, bahkan ada yang mencapai 20 ton/ha. Metode SRI minimal menghasilkan panen dua kali lipat dibandingkan metode yang biasa dipakai petani. Hanya saja diperlukan pikiran yang terbuka untuk menerima metode baru dan kemauan untuk bereksperimen. Dalam SRI tanaman diperlakukan sebagai organisme hidup sebagaimana mestinya, bukan diperlakukan seperti mesin yang dapat dimanipulasi. Semua unsur potensi dalam tanaman padi dikembangkan dengan cara memberikan kondisi yang sesuai dengan pertumbuhannya.
Prinsip-prinsip budidaya padi organik metode SRI adalah :
·         Tanaman bibit muda berusia kurang dari 12 hari setelah semai (hss) ketika bibit masih berdaun 2 helai
·         Bibit ditanam satu pohon perlubang dengan jarak 30 x 30, 35 x 35 atau lebih jarang
·         Pindah tanam harus sesegera mungkin (kurang dari 30 menit) dan harus hati-hati agar akar tidak putus dan ditanam dangkal
·         Pemberian air maksimal 2 cm (macak-macak) dan periode tertentu dikeringkan sampai pecah (irigasi berselang/terputus)
·         Penyiangan sejak awal sekitar 10 hari dan diulang 2-3 kali dengan interval 10 hari
·         Sedapat mungkin menggunakan pupuk organik (kompos atau pupuk hijau)

Secara umum manfaat dari budidaya metode SRI adalah sebagai berikut :
Ø  Hemat air (tidak digenang), Kebutuhan air hanya 20-30% dari kebutuhan air untuk cara konvensional
Ø  memulihkan kesehatan dan kesuburan tanah, serta mewujudkan keseimbangan ekologi tanah
Ø  Membentuk petani mandiri yang mampu meneliti dan menjadi ahli di lahannya sendiri. Tidak tergantung pada pupuk dan pertisida kimia buatan pabrik yang semakin mahal dan terkadang langka
Ø  membuka lapangan kerja dipedesaan, mengurangi pengangguran dan meningkatkan pendapatan keluarga petani
Ø  menghasilkan produksi beras yang sehat rendemen tinggi, serta tidak mengandung residu kimia
Ø  mewariskan tanah yang sehat untuk generasi mendatang
Pemanfaatan Jerami
Sering kita jumpai dilapangan setelah masa panen padi, tumpukan jerami yang dibirkan menumpuk di sawah atau kadang hanya dibakar saja. Sering kita menganjurkan kepada para petani untuk tidak membakar atau membuang jerami tanaman padi di sawah.
Ada sebagian petani yang langsung membakar jerami miliknya, dijual ke pengepul jerami untuk pakan ternak,ditumpuk begitu saja  dll. Intinya Jerami dianggap sampah yang dibenci dan lebih baik dimusnahkan.Padahal Jerami itu bisa dimanfaatkan oleh petani dan peternak, dan bisa menghasilkan income tambahan bagi petani.
Perlu diketahui beberapa fakta dilapangan yang menyebabkan petani lebih suka membakar jerami:
Ø  Jika jerami kita tumpuk disawah otomatis akan menjadi sarang hama tikus bahkan hama-hama yang lain.
Ø  Jerami yang ditumpuk memakan waktu berbulan-bulan agar bisa busuk, apalagi kalau musim kemarau akan lebih lama lagi karena jerami cenderung kering.
Ø  Jika jerami langsung kita sebar disawah dan langsung diadakan pengolahan tanah akan menyebabkan tanah menjadi masam (asem-asemen) kalau orang banyumas bilang.
Ø  Petani lebih suka membakar jerami karena lebih praktis dan mudah dalam mengelola jerami. Padahal dengan dibakar otomatis jerami tersebut hanya akan menjadi abu dan karbon di tanah. Selain itu dengan pembakaran jerami berarti petani akan ikut andil dalam perusakan lapisan ozon pada bumi kita. Sehingga akan mempercepat terjadinya pemanasan global.
Solusi pengelolaan jerami yang mudah dan praktis diantaranya:
·         Membuat jerami menjadi kompos. Seperti halnya membuat kompos dengan bahan organik lain, dalam pembuatan kompos dengan media jerami juga memerlukan mikro organisme dekomposer untuk mempercepat proses fermentasi. Dengan menggunakan dekomposer hanya butuh waktu 15 -20 hari untuk membuat kompos yang siap pake dan langsung bisa diaplikasi ke sawah lagi. Dalam proses mengkomposkan jerami bisa ditambah dengan kotoran sapi ataupun sampah hijau (bahan organik) yang lain.

·         Membuat jerami menjadi tape jerami. Tape jerami adalah hasil olahan jerami dengan cara difermentasi sehingga menjadi bahan yang siap dikonsumsi ternak ruminansia. Dengan dibuat tape jerami kandungan protein, nutrisi dan vitamin pada jerami akan meningkat. Pada pembuatan tape jerami dekomposer yang digunakan biasanya adalah golongan jamur karena prinsip kerjanya sama dengan pembuatan tempe. Kotoran ternak hasil mengkonsumsi tape jerami sangat bagus digunakan untuk kompos sawah kita.
·     Membuat jerami menjadi media tanam jamur. Dalam budidaya jamur merang dan jamur kancing jerami padi merupakan bahan yang wajib digunakan untuk media tanamnya. Limbah media jamur merang dan kancing yang tidak digunakan sangat baik didaur ulang ke sawah digunakan sebagai kompos.

·         Jerami Sebagai Mulsa Tanaman. Saat memasuki musim kemarau, jerami bisa dimanfaatkan sebagi mulsa tanaman yang tujuanya adalah mengurangi penguapan air sehingga tanaman tidak kekeringan saat musim kemarau panjang.
Pengaturan Pola Tanam
Sehubungan dengan adanya perubahan iklim yang terjadi di Indonesia secara umum dan Provinsi Nusa Tenggara Barat secara khusus, maka seluruh pihak yang bergerak di sektor pertanian harus mengerahkan seluruh daya upaya agar dampaknya terhadap produksi tanaman yang berujung pada ketahanan pangan nasional serta kesejahteraan petani, dapat dikurangi seminimal mungkin. Oleh karenanya Kementerian Pertanian membuat strategi Antisipasi, Mitigasi dan Adaptasi (AMA) perubahan iklim untuk mengurangi dampak perubahan iklim terhadap sektor pertanian.
Antisipasi merupakan penyiapan arah dan strategi, program dan kebijakan dalam rangka menghadapi pemanasan global dan perubahan iklim. Beberapa program yang penting untuk dilaksanakan diantaranya : penyusunan strategi dan perencanaan pengembangan infrastruktur (terutama jaringan irigasi), evaluasi tata ruang untuk pengaturan lahan (penyesuaian jenis tanaman dengan daya dukung lahan), pengembangan sistem informasi dan peringatan dini banjir serta kekeringan, penyusunan dan penerapan peraturan perundangan mengenai tata guna lahan dan metode pengelolaan lahan. Tidak kalah pentingnya adalah peningkatan kemampuan Sumber Daya Manusia (SDM) dalam pemahaman perubahan iklim dan penerapan teknologi adaptasi dan mitigasi perubahan iklim.
Mitigasi adalah upaya memperlambat laju pemanasan global serta perubahan iklim melalui penurunan emisi (pancaran) GRK serta peningkatan penyerapan GRK. Program ini lebih difokuskan pada aplikasi teknologi rendah emisi, antara lain : varietas unggul dan jenis tanaman yang rendah emisi dan atau kapasitas absorbsi karbon tinggi, penyiapan lahan tanpa bakar, pengembangan dan pemanfaatan biofuel, penggunaan pupuk organik, biopestisida dan pakan ternak rendah emisi GRK. Sebagai pribadi dan komunitas, kita juga dapat berpartisipasi dalam upaya mitigasi ini dengan mempraktekkan hal-hal seperti : mengurangi pengunaan aerosol, menghemat air dan energi, mendaur ulang barang-barang seperti plastik, kertas dan kardus, gelas serta kaleng.
Adaptasi merupakan upaya penyesuaian teknologi, manajemen dan kebijakan di sektor pertanian dengan pemanasan global dan perubahan iklim. Program adaptasi lebih difokuskan pada aplikasi teknologi adaptif, terutama pada tanaman pangan, seperti penyesuaian pola tanam, penggunaan varietas unggul adaptif terhadap kekeringan, genangan/banjir, salinitas dan umur genjah, serta penganekaragaman pertanian, teknologi pengelolaan lahan, pupuk, air, diversifikasi pangan dan lain-lain. Secara kelembagaan program ini diarahkan untuk pengembangan sistem informasi seperti sekolah lapang iklim, sistem penyuluhan dan kelompok kerja (pokja) variabilitas dan perubahan iklim sub sektor pertanian serta pengembangan sistem asuransi pertanian akibat resiko iklim (crop weather insurance).
Teknologi adaptasi yang telah dan akan terus dikembangkan dalam menghadapi perubahan iklim di sektor pertanian adalah : Kalender Tanam (pola tanam berdasarkan pola curah hujan dan ketersediaan air irigasi), Varietas Unggul  Baru yang adaptif (VUB tahan kering dan umur genjah dan VUB tahan genangan), teknologi pengelolaan sumber daya air (teknologi identifikasi potensi ketersediaan air, teknologi panen hujan dan aliran permukaan, teknologi prediksi curah hujan dan teknologi irigasi) serta teknologi pengelolaan sumber daya lahan/tanah seperti pemupukan.

IV.             Daftar Pustaka
Mutakin, Jenal .Budidaya dan Keunggulan Padi Organik Metode Sri (System of Rice Intensification).Universitas Garut.Garut


4 comments:

  1. Masalah kekeringan bisa terjadi adalah El Nino yg berdampak perubahan cuaca ekstrim di daerah daerah tertentu

    ReplyDelete
  2. Betul sekali mbak...oleh karena itu pentingnya menjaga lingkungan agar masalah ini tidak terulang kembali

    ReplyDelete
  3. thank nice infonya, silahkan kunjungi balik website kami http://bit.ly/2IcFh7H

    ReplyDelete
  4. Titanium Pan - Tin Tin Tin - TITNIA®
    ‎Titanium-Tin, T-Tin, Tin Tin, Tin, Tin, iron titanium token Tin Tin, Tin, mens titanium wedding bands Tin Tin Tin, Tin, Tin Tin Tin, Tin, titanium canteen Tin Tin Tin, Tin, Tin, Tin, Tin Tin, Tin, Tin, Tin, Tin, Tin, Tin, Tin, Tin, Tin, Tin, titanium undertaker Tin, Tin, properties of titanium Tin, Tin,

    ReplyDelete